Oleh Ni Komang Ariani
Ingatan akan peristiwa naas itu semakin sering mengganggu Ras. Semakin banyak waktu yang ia punya, dan semakin meninggi usia kandungannya. Waktu itu, Ras baru menamatkan Sekolah Menengahnya. Saat tanpa sengaja ia menabrak sebuah motor yang sedang membonceng perempuan yang sedang hamil besar. Ras begitu saja menyeberang padahal sebuah motor sedang melaju lurus di jalanan. Ras tak ingat betul apa yang dipikirkannya saat itu. Ia agak linglung ketika memutuskan menyeberangkan motornya. Gerakan Ras yang tiba-tiba kontan mengejutkan si pengendara motor. Motor itu berdecit berusaha mengerem lajunya, namun keburu menabrak motor yang dikendarai Ras. Stang motor Ras mengenai perut si Ibu Hamil. Ia mengerang kesakitan karenanya. Dan laki-laki si pengendara; marah besar. Orang-orang tiba berkerumun, membuat hati Ras semakin kecut.
Motor yang membonceng si Ibu Hamil diparkirkan di seberang, beberapa saat setelah mengenai motor Ras. Seusai memarkirkan motornya, laki-laki muda itu berjalan lebar-lebar mencari Ras. Matanya merah menahan geram. Namun rupanya laki-laki itu belum ingat betul wajah Ras. Di depan hidungnya, laki-laki itu berteriak-teriak. Mana perempuan itu? Kurang Ajar. Ras merasakan tubuhnya menggigil. Belum pernah ia menjadi tertuduh begini. Belum pernah Ras yang alim dan sopan-santun diteriaki segarang itu. Ras membiarkan bibirnya bungkam.
Setelah itu dengan muka pasi, Ras meminta maaf pada laki-laki muda itu. Ia menawarkan diri mengantar si perempuan hamil yang akan diangkut dengan mikrolet. Wajah garang si pemuda melunak, sementara si Ibu hamil hanya memandang kosong. Sesampai di rumah mereka, keluarga itu memintanya pulang saja. Si Ibu hamil baik-baik saja, kata salah satu dari mereka. Sebuah senyuman mengantarkan kepulangan Ras. Membuat himpitan keras di dadanya berkurang.
Ras menyimpan rapat-rapat ingatannya tentang Ibu Hamil yang terjatuh. Tak pernah ia ceritakan kepada siapapun. Tidak juga kepada orang tuanya, saudara-saudaranya atau teman-temannya. Bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Ras selalu merasa dicekam gundah bila mengingatnya. Ia merasa amat bersalah. Takut dan kecut. Ia ingin menghapus peristiwa itu dari memorinya. Ras tak mau mengingat ia pernah menjadi tertuduh yang dipandang sangat garang. Ras ingin melupakan ia pernah membuat seorang perempuan hamil mengerang kesakitan.
**
Ras mengelus perutnya yang kini sudah berusia tujuh bulan. Dua bulan lagi seorang anak akan lahir dari rahimnya. Anak yang dalam doa-doanya selalu Ras harapkan sehat, baik dan berbahagia. Ras takkan membiarkan apapun mengancam janin yang dikandungnya. Akan ia singkirkan semua onak duri yang bisa mengganggu perjalanan si kecil. Ras bertekad akan mengerahkan segala upaya untuk melindungi bayi kecilnya.
Itulah yang membuat Ras menjadi sangat rewel pada tukang-tukang ojek yang menboncenginya. Ras tak bosan-bosan memberi pesan pada para tukang ojek itu. Hati-hati. Pelan-pelan ya Pak bawa motornya. Kalau ada polisi tidur direm. Jangan nyalip. Tunggu saja sampai kendaraan di depan sepi. Awas batu dan lubang-lubang ya Pak. Ceramah itu yang selalu diberikan Ras sebelum ia menghenyakkan pantatnya di atas ojek. Para tukang ojek yang sudah hafal betul dengan kebiasaan Ras ini, hanya bisa mengangguk-ngangguk pasrah, sambil menahan rasa dongkol di hati.
Walaupun sudah memberi pidato yang demikian panjang, Ras belum juga tenang menyerahkan keselamatannya dan keselamatan bayinya pada si tukang ojek. Ras selalu memandang awas pada setiap liku jalan yang dilaluinya. Ia perhatikan setiap lubang dan belokan yang akan dilewatinya. Lalu lalang orang pun tidak luput dari mata Ras. Ia perhatikan gerak setiap pengguna jalan dengan ekor matanya. Jangan-jangan ada orang linglung yang tiba-tiba menyeberang, menabrak perut buncitnya hingga ia mengaduh kesakitan. Jangan-jangan ada orang gila nyelonong melanggar ojek yang ditumpanginya dan membuat perutnya terantuk stang motor.
Suatu kali ojek yang ditumpangi Ras melaju kencang di sebuah tikungan sempit, dengan nada marah Ras menegurnya. Awas Pak, lagi bawa ibu hamil jangan sembarangan dong. Si tukang ojek menurut sambil mengucapkan maaf pada Ras. Namun si tukang ojek rupanya terbiasa memacu kencang motornya. Ia mencobamenyalip kendaraan di depannya sementara dari arah berlawanan melaju kencang motor dan mobil. Ras dibuat marah besar karenanya. Ia serta-merta minta diturunkan. Setelah membayar ongkos ojek setengah harga, Ras meninggalkan si tukang ojek dengan bersungut-sungut.
**
“Pa, aku nggak mau naik ojek, tolong jemput aku ya!”
“Nggak bisa Ras, kerjaanku di kantor belum selesai. Kamu naik taksi aja!”
“Mahal sekali Pa, apalagi jam macet begini. Bisa bangkrut kita. Uang makan seminggu, habis.”
“Tapi aku nggak bisa jemput kamu, Ma. Bener-bener nggak bisa ninggalin kerjaan kantor.”
“Ya sudah…!” Ras menutup telepon dengan dongkol. Ras kehabisan akal. Ia betul-betul enggan naik ojek. Tukang-tukang ojek yang hobi ngebut membuatnya sebal. Naik taksi? Bisa ambrol anggaran bulan ini. Namun Ras benar-benar harus pergi. Ibunya sakit dan ia sendirian. Ras harus menemaninya. Dengan gamang Ras mengangkat gagang telepon untuk memesan ojek. Ia berdoa dalam hati semoga ia tidak dibawa oleh tukang ojek yang berandalan.
Sejenak Ras memperhatikan raut muka si tukang ojek. Sudah cukup berumur dan berpenampilan kusam. Ras berharap, usia yang lanjut membuat si tukang ojek tidak hobi ngebut.
Namun tak seperti dugaan Ras, si tukang ojek sama saja dengan yang lainnya. Ia bahkan lebih berandalan dan garang. Berkali-kali Ras mencoba meneriaki si tukang ojek agar memelankan motornya, namun tak diindahkan. Tukang ojek itu seperti tuli.
Dari belakang Ras memperhatikan rambut si tukang ojek yang gimbal dan kusut. Bekas-bekas minyak atau sesuatu yang lengket tersisa di sana. Segaris wajah yang menghadap ke depan juga tampak. Kulit wajah keriput yang menghitam. Membuat Ras merasa tidak nyaman. Sekelebat muncul bayangan ibu hamil yang terjatuh. Tatapan kosong perempuan itu. Wajah itu pasrah ataukah murka? Tiba-tiba Ras merasa ciut.
Mungkin tukang ojek ini bukan tukang ojek sembarangan. Ras merasakan hawa yang sangat aneh. Bau pekat yang bercampur-campur. Berdesingan mengurung cuping hidung Ras. Ibu hamil yang terjatuh ingin Ras merasakan perihnya perut yang terantuk stang; ngilunya kaki yang membentur aspal. Ia datang melalui tukang ojek ini. Tukang ojek yang akan membuat Ras terjatuh. Tukang ojek yang akan membalaskan dendam si Ibu Hamil yang terjatuh.
Tukang ojek itu menikung dan melarikan motornya dengan sebat. Ia bahkan selalu memilih jalur kanan setiap melewati tikungan. Ras memperhatikan si tukang ojek dengan perasaan yang semakin jerih. Ia merasakan tubuhnya gemetar, detak jantungnya bertalu-talu dengan cepat. Ia kini tersandera di tangan si tukang ojek tanpa sedikitpun kemampuan untuk melepaskan diri. Seluruh nasibnya kini berada di tangan si tukang ojek aneh ini.
Ras menghitung setiap meter jalan yang mereka lewati dengan ketegangan memenuhi kepalanya. Ketegangan yang membuat jantungnya hampir copot. Ia merasa perjalanan itu menjadi sangat panjang. Perjalanan yang sepertinya tidak akan pernah berakhir.
Kecemasan Ras semakin bertambah dengan denyutan bayinya. Bayinya berdenyut semakin sering. Membentuk gelombang di perut Ras. Janin dalam kandungan Ras bergerak maju-mundur, berputar dan entah gerakan apa lagi yang tidak bisa Ras bayangkan. Bayinya sepertinya tahu bahaya yang sedang mengancamnya. Gerakan-gerakan bayi yang gelisah semakin menguatkan kecemasan Ras bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Ras terengah-engah dalam kecemasan yang tidak terkira. Dalam benak ia menguatkan bhatin. Takkan ia biarkan siapapun membahayakan bayinya. Takkan ia biarkan sesuatu pun membuatnya terjatuh dan sakit. Ketakutan semakin memenuhi dada Ras. Ia merasakan debaran jantungnya meningkat tiga kali lipat. Keringat dingin mengucur deras dari dahinya. Ras merasa pusing dan mual. Matanya terasa narnar dan berkunang-kunang. Berkali-kali Ras mengucek matanya agar ia bisa terus memperhatikan jalan. Menyiapkan strategi bila tiba waktu si tukang ojek sengaja mencelakakan mereka. Siapa tahu ia masih mungkin melompat untuk menyelamatkan dirinya dan bayinya. Namun Ras semakin tidak tahan. Ia mulai merasakan kehilangan separuh kesadarannya. Ia masih bisa merasakan janinnya yang menendang-nendang sebat. Ikut serta merasakan gelisah yang mencekam bundanya. Sebelum Ras betul-betul tidak sadar.
**
“Dok, bagaimana keadaan istri saya!”
“Tidak apa-apa. Istri anda hanya terlalu cemas, hingga pingsan dengan kecemasannya sendiri. Ia harus lebih rileks. Memandang segala sesuatu dengan lebih ringan!”
Ras bisa mendengar sayup percakapan Rama suaminya dengan dokter. Sesaat ia dilanda kebingungan mencerna kejadian yang terjadi. Ketika membuka mata dilihatnya ruangan yang didominasi warna biru laut.
Ras menarik nafas lega. Ia berhasil menyelamatkan diri dari malapetaka terjatuh. Rama menceritakan, si tukang ojek terkejut saat kepala Ras terkulai pingsan. Untungnya–meskipun tua—ia dengan cekatan cepat menangkap tubuh Ras. Ras hampir saja terjatuh ke arah samping karena kehilangan keseimbangan. Si tukang ojek cepat menepikan motornya dan membawa Ras ke rumah sakit dengan taksi.
Ras memandang Rama, sementara Rama memandang Ras cemas yang masih tersisa. Setelah memandang Rama, pandangan Ras beralih pada perutnya. Perut itu masih membuncit dan Ras merasakan gerakan-gerakan meremas di sana. Bayinya baik-baik saja. Ia tidak terjatuh dan si tukang ojek bukan pembalas dendam.
“Papa kenal dengan tukang ojek yang membawa saya? Bawa ojeknya sembarangan sekali!”
“Pak Giyo, dia tukang ojek baru di komplek kita. Dia agak tuli Ras, jadi nggak denger kata-kata kamu!”
“Ooo…!” Ras mengucapkan vokal bulat itu dengan dada yang lega luar biasa. Ras tersenyum kecil sambil mengelus-ngelus perutnya yang membentuk gelombang. Hai sayang kamu aman.