oleh Ni Komang Ariani
@menulisfiksi
Banyak orang yang beranggapan bahwa menulis cerpen dan novel itu sangat sulit, padahal menulis kisah fiksi jauh lebih mudah daripada menulis penelitian ilmiah yang terikat pada aturan-aturan pengutipan. Sederhananya menulis cerpen sama dengan menulis suatu momen dalam hidup kita atau hidup orang lain. Bedanya adalah momen itu harus kita ceritakan kembali kepada pembaca. Pencerita yang baik, adalah pencerita yang dengan sabar menggiring membaca untuk mengikuti apa yang sedang kita ceritakan. Kalimat pertama harus kita buat semenarik mungkin, agar mendorong orang membaca cerpen itu begitu melihatnya. Selanjutnya kita harus menyuguhkan cerita, yang membuat pembaca terhanyut sejak awal sampai akhir cerita. Di akhir cerita, kita berharap para pembaca mendapatkan sensasi sekaligus pemikiran baru tentang kehidupannya. Tentu saja kemampuan ini tidak kita dapatkan secara instan. Jam terbang tentu saja akan menentukan kematangan kita dalam menulis.
Perbedaan antara novel dan cerpen tidaklah banyak. Novel sebenarnya tidak berbeda jauh dengan menulis diari panjang tentang hidup kita atau orang lain. Bedanya dengan diari adalah, kita harus memperhitungkan pembaca kita, selain kita sendiri dalam diari itu. Kita tidak menulis sesuatu yang bisa kita mengerti saja, namun menulis sesuatu yang bisa dipahami dan diikuti oleh pembaca kita. Mendekatkan cerita kita dengan hidup mereka, dan membuat mereka seperti mengalami sendiri cerita yang sedang kita sajikan kehadapan mereka.
Sumber Inspirasi
Sumber inspirasi untuk menulis cerpen dan novel adalah salah satu yang termurah dan tersedia secara tidak terbatas, asal kita cukup peka untuk menangkapnya. Beberapa teman yang ingin belajar menulis, mengeluh mandeg dan sulit mendapat inspirasi, padahal sumber inspirasi bisa berasal dari kejadian-kejadian kecil yang kita alami setiap hari. Cerpen saya yang berjudul “Katanya Saya Tak Akan Bosan” yang dimuat di Koran Tempo, hanya memuat daftar pekerjaan yang harus dikerjakan oleh seorang ibu rumah tangga, mulai dari membersihkan diri, berdandan, memasak, menata baju untuk suaminya, sampai merapikan koin. Namun tentu saja di cerpen itu, saya menceritakan dengan sabar apa yang sedang terjadi dan mengajak pembaca merasakan apa yang dialami si tokoh.
Sumber inspirasi ada dimana-mana. Bisa di film, di buku, di bis, di kantor, atau dimanapun. Kalau ingin menulis cerpen dan novel, kita harus gemar mengamati, bahkan bila perlu mencatat hal-hal yang terjadi di sekitar kita. Dari situ kita belajar, bagaimana tokoh-tokoh tertentu berbicara, bersikap dan merespon peristiwa yang dialaminya. Salah satu cara termudah untuk mulai menulis adalah membaca tulisan orang lain, mengamati bagaimana cara penulis itu mengembangkan cerita. Selanjutnya kita mulai menulis cerita kita sendiri.
Manfaat Menulis
Menulis itu bukan semata untuk eksistansi diri, namun banyak manfaat yang didapatkan oleh penulis. Dalam sebuah sesi hipnoterapi yang pernah saya ikuti, menulis sesungguhnya bisa menjadi terapi bagi seseorang untuk menyembuhkan luka-luka hatinya, karena menulis tidak ubahnya curhat. Tentu saja curhat dengan teknik yang bisa dipelajari. Hal ini bisa menghindarkan penulis dari depresi, frustasi ataupun penyakit-penyakit mental lainnya. Manfaat kedua yang bisa diperoleh yaitu, penulis melalui karyanya bisa memberi inspirasi kepada pembacanya, karena tulisan fiksi pada hakikatnya adalah upaya untuk menyelesaikan konflik yang dialami oleh tokohnya. Melalui penyelesaian konflik itu, pembaca dapat mengambil pelajaran. Misalnya dalam cerpen yang saya tulis “Laki-laki yang Tanpa Cela” yang menceritakan tentang suami yang menipu istrinya ketika ia ingin menikah lagi dengan seorang gadis remaja, si tokoh bertindak meninggalkan suaminya, yang sudah tidak bisa dipercaya. Pembaca bisa terinspirasi oleh kisah itu dengan tidak mudah percaya pada kata laki-laki yang tampak sangat sempurna. Atau melalui cerpen saya “Sepasang Mata Dinaya yang Terpenjara”, para perempuan diingatkan bahwa kesetaraan gender belum sepenuhnya terjadi. Perempuan boleh sekolah tinggi, namun sudah disiapkan tempat terbaik untuk mereka, yaitu dapur dan urusan domestik.
Langkah-langkah Menulis Cerpen dan Novel
- Perbanyak membaca apa saja, sesuai dengan hobi. Membaca merupakan bagian penting dalam menulis cerpen dan novel. Bila perlu, membaca dimasukkan ke dalam jam kerja menulis setiap harinya.
- Gemar mengamati dan mencatat sekeliling dan mencatatnya.
- Setiap menemukan kalimat yang bagus, menuliskannya langsung di buku tulis atau laptop.
- Cerpen dan novel segera dituliskan sesuai dengan ide yang ada di benak, yang kemudian bisa diedit kembali, sampai cerpen dan novel itu memiliki jalinan cerita yang runtut dan dapat diikuti oleh pembaca.
Praktek Menulis Cerpen
- Bayangkan sebuah momen dalam hidupmu yang sangat menarik untuk dituliskan menjadi sebuah cerita. Misalnya momen ketika kau berpisah dengan cinta pertamamu. Atau momen ketika kau menjadi seorang ibu.
- Pilih sebuah kalimat pertama yang bagus. Karena kalimat pertama yang menentukan cerpenmu akan dibaca atau tidak oleh editor sebuah koran dan pembaca. Buatlah kalimat pertama yang menarik minat pembaca untuk membacanya. Berikan kesan, melalui kalimat pertama yang mereka baca, mereka akan mendapat suguhan cerita yang mengesankan.
- Pada dasarnya sebuah cerita, biasanya bermula dari sebuah pertanyaan kritis tentang apa yang dialami oleh penulis. Pertanyaan kritis tentang adil atau tidaknya aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Bila di benakmu sudah muncul suatu tanda tanya besar, itu artinya, kamu sudah siap menulis sebuah cerpen.
- Jangan takut untuk merasa gelisah, sedih, kecewa, patah hati, disakiti dan lain sebagainya, karena perasaan-perasaan itulah yang seringkali mendorong lahirnya karya-karya fiksi seperti cerpen dan novel.
- Tulislah setiap kali ada ide. Jangan takut jika tulisan pertamamu belum terlalu bagus. Setelah tulisan pertama ini, kamu dapat selalu mengeditnya dengan kata-kata dan kalimat-kalimat yang lebih baik.
- Pelajari dengan seksama cara penulisan Bahasa Indonesia
- Mulailah menulis dan mengirimkannya ke media-media yang diinginkannya.
Praktek Menulis Novel
Menulis novel memerlukan ketelitian dan energi yang lebih besar daripada menulis cerpen. Untuk menulis novel, yang bisa dilakukan adalah sesering mungkin berlatih. Jam terbang di dunia penulisan memang tidak akan pernah bohong.
- Tulislah ide cerita mengenai novel yang akan ditulis.
- Tuliskan juga ide-ide mengenai hal-hal apa saja yang akan kamu masukkan dalam novel tersebut. Misalnya kamu ingin membuat novel tentang derita seorang istri yang dipoligami oleh suaminya.
- Semakin hari, kamu bisa membuat rencana novelmu semakin matang, dengan mulai merencakan awal, tengah dan akhirnya. Di bagian Awal, Tengah dan Akhir ini pun bisa dibuat semakin detil. Contoh:
- Awal: Ida seorang istri terpuruk ketika suaminya minta kawin lagi
- Tengah: Ida mengalami penderitaan bhatin yang hebat karena harus berbagi suami
- Akhir: Ida baru mengetahui suaminya telah menipunya. Suaminya mengagunkan rumah mereka untuk meminjam uang. Akhirnya Ida memutuskan untuk bercerai dan mencari laki-laki lain yang lebih baik.
- Proses menulis novel tidak ubahnya proses perenungan secara terus-menerus untuk memahami dan mengembangkan karakter yang sedang kita tulis dalam sebuah novel. Dalam menulis novel, penulis memang mengambil peran seperti Tuhan, yang menentukan nasib dan jalan hidup tokoh-tokohnya, namun peran ini tidak bisa dilakukan dengan semena-mena, seperti petir di siang bolong. Petir hanya mungkin terjadi di tengah awan yang mendung, yang kemudian berubah menjadi hujan. Untuk bisa menulis dengan baik cerita tentang “Petir” ini, penulis harus melakukan riset mendalam tentang terjadinya “Mendung dan Hujan”. Dengan begitu, penulis dapat memberikan gambaran yang meyakinkan tentang cerita yang sedang dibuatnya.
- Pentingnya memilih setting novel yang kuat. Setelah menulis dua novel, Senjakala dan Jas Putih, saya menyadari setting merupakan sesuatu yang layak untuk dipertimbangkan. Senjakala yang merupakan novel pertama saya ditulis dengan setting yang kuat yaitu candi tebing Gunung Kawi. Candi tebing itu memang mempesona saya sejak awal. Ketika pertama kali menulis novel, saya bertekad untuk menulis novel yang bersetting candi tebing gunung Kawi. Novel yang pertama kali saya tulis itu versi pendeknya menjadi pemenang I Lomba Menulis Cerber Femina Tahun 2007, ketika diterbitkan oleh penerbit Koekoesan terpilih menjadi Long List Khatulistiwa Literary Award. Setting yang kuat telah membantu saya untuk menyelesaikan novel pertama saya dengan baik, walaupun ketika itu jam terbang saya dalam menulis masih sangat sedikit. Tentu saja setting bukan satu-satunya komponen penting dalam novel. Cara bercerita yang lancar dan dapat menghayutkan pembacanya menjadi hal terpenting dalam penulisan novel. Untuk bisa menulis novel dengan baik, kita harus terus berlatih. Caranya dengan semakin sering menulis dan membaca karya-karya penulis yang lebih senior.